Pembakuan Ejaan
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa yaitu membakukan ejaan yang diakui oleh semua penutur bahasa Sahu. Adanya pedoman ini merupakan suatu langkah awal dalam proses itu. Karena dalam bahasa daerah Sahu terdapat beberapa bunyi khusus, maka pembakuan itu sangat perlu. Dengan demikian akan ada kesepakatan tentang cara menulis bunyi-bunyi itu. Kalau tidak, setiap orang yang mau menulis bahasa Sahu akan menuliskan bunyi-bunyi itu dengan sistem ejaan masingmasing, yang belum tentu satu dengan yang lain akan sama cara menuliskannya. Akibatnya akan membingungkan para pembaca. Juga bisa menimbulkan persaingan antara para penulis karena masing-masing akan berusaha mempopulerkan sistem ejaan yang digunakannya. Hal ini tentu akan menimbulkan hambatan dan mungkin menyebabkan orang tidak berminat untuk mempelajari bahasa Sahu. Dalam pembakuan ejaan bahasa Sahu kita mengacu pada beberapa patokan untuk memudahkan cara kerja berikutnya:
1. Ejaan bahasa Sahu disusun semirip mungkin dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), supaya dalam membaca dan menulis bahasa Sahu dapat berjalan dengan lancar.
2. Ada huruf-huruf dalam bahasa Sahu yang tidak terdapat pada EYD berdasarkan analisis tata bunyi bahasa Sahu. Setiap bunyi yang bisa membedakan arti diberikan satu lambang (huruf) tersendiri (contoh: b,d,g, j dan '). Hal ini merupakan pengecualian dari EYD.
3. Disepakati pula untuk menggunakan huruf yang tidak menyulitkan penulisan, pengetikan, pencetakan, terlebih tidak menyulitkan pembaca.
4. Sasaran kita untuk menentukan ejaan tetap (baku) ini adalah penutur asli/aktif yang mahir dan mulai mahir membaca bahasa Sahu, bukan orang yang baru melihat buku bahasa Sahu (belum tahu bahasa Sahu).
5. Kami menggunakan prinsip ini: menulis berdasarkan akar kata atau kata dasar. Bukan berdasarkan bunyi atau cara berucap. Hal ini kami tempuh mengingat beberapa dialek bahasa Sahu mempunyai variasi yang berbedabeda dalam pengucapannya atau penggunaannya.